Api.co.id – Di dunia pengembangan perangkat lunak (software development), kecepatan adalah mata uang yang paling berharga. Ketika kita bicara tentang aplikasi skala raksasa seperti Netflix, Uber, atau sistem internal Google, selisih milidetik saja bisa berarti perbedaan antara pengalaman pengguna yang mulus atau sistem yang crash.
Selama bertahun-tahun, REST API dengan format data JSON telah menjadi standar emas komunikasi antar server. Ia mudah, fleksibel, dan didukung oleh semua browser. Namun, seiring dengan bangkitnya arsitektur Microservices yang memecah aplikasi menjadi ratusan layanan kecil, REST mulai menunjukkan kelemahannya: overhead yang besar, ukuran pesan yang boros, dan latensi yang menumpuk.
Di tengah kebutuhan akan kecepatan inilah Google memperkenalkan gRPC.
Jika Anda seorang Backend Engineer, DevOps, atau arsitek sistem yang sedang mencari cara untuk meningkatkan performa komunikasi antar-service, memahami apa itu gRPC adalah sebuah keharusan. Artikel ini akan mengupas tuntas gRPC mulai dari definisi, teknologi di belakangnya (Protobuf & HTTP/2), perbedaannya dengan REST, hingga kapan waktu yang tepat untuk menggunakannya.

Bab 1: Definisi Dasar: Apa Sebenarnya gRPC Itu?
gRPC adalah singkatan dari Google Remote Procedure Call.
Sesuai namanya, gRPC adalah sebuah framework RPC (Remote Procedure Call) open-source berkinerja tinggi yang awalnya dikembangkan oleh Google.
Untuk memahami gRPC, kita harus melihat sejarahnya sedikit. Di Google, mereka memiliki infrastruktur internal super masif yang menghubungkan ribuan microservices. Menggunakan teknologi standar seperti REST API dan JSON dianggap terlalu lambat dan boros bandwidth untuk skala sebesar Google. Oleh karena itu, selama lebih dari satu dekade, Google menggunakan infrastruktur internal bernama Stubby.
Pada tahun 2015, Google memutuskan untuk menulis ulang Stubby, membuatnya lebih standar, dan merilisnya ke publik sebagai open-source dengan nama gRPC. Kini, gRPC berada di bawah naungan Cloud Native Computing Foundation (CNCF), sama seperti Kubernetes dan Prometheus, menjadikannya standar industri modern.
Konsep Inti: “Remote Procedure Call”
Seperti yang dibahas pada teknologi RPC umumnya, gRPC memungkinkan sebuah aplikasi klien untuk memanggil fungsi atau metode di aplikasi server (yang mungkin berada di komputer berbeda di benua lain) seolah-olah fungsi tersebut adalah objek lokal di komputer klien itu sendiri.
Gampangnya: Anda menulis kode service.DapatkanUser(id) di komputer Anda, tapi fungsi itu sebenarnya berjalan di server cloud, dan hasilnya kembali ke Anda secara instan. gRPC mengurus semua kerumitan jaringan di tengah-tengahnya.
baca juga:Â Apa itu REST API? Pengertian, Prinsip-Prinsip, dan Cara Kerjanya
Bab 2: Rahasia Kecepatan gRPC (Dua Senjata Utama)
Mengapa gRPC digadang-gadang jauh lebih cepat daripada REST API biasa? Jawabannya terletak pada dua teknologi fondasi yang digunakan gRPC: Protocol Buffers dan HTTP/2. Mari kita bedah keduanya.
1. Protocol Buffers (Protobuf)
Jika REST API menggunakan JSON (teks) sebagai format pembungkus data, gRPC menggunakan Protocol Buffers atau sering disebut Protobuf.
Protobuf adalah mekanisme serialisasi data terstruktur yang bersifat agnostik bahasa (bisa dipakai Python, Go, Java, dll).
-
Format Biner: Berbeda dengan JSON yang berbasis teks (dapat dibaca manusia), Protobuf mengubah data menjadi format biner (angka 0 dan 1).
-
Ukuran Sangat Kecil: Karena berupa biner, ukuran pesan Protobuf jauh lebih kecil daripada JSON. Tidak ada kurung kurawal
{}, tanda kutip"", atau nama field yang diulang-ulang yang memboroskan bandwidth. -
Schema Strict: Protobuf membutuhkan definisi struktur data yang jelas (file
.proto). Ini memaksa developer untuk disiplin. Anda tidak bisa sembarangan mengirim data yang salah tipe.
Analogi IKEA:
Bayangkan JSON seperti mengirim lemari yang sudah dirakit utuh lewat pos. Memakan banyak tempat dan ongkos kirim mahal.
Protobuf seperti mengirim lemari IKEA yang masih dalam kardus datar (flatpack). Sangat ringkas, hemat tempat, dan efisien. Sampai di tujuan, baru dirakit kembali.
2. HTTP/2 (Transport Layer)
Kebanyakan REST API masih berjalan di atas HTTP/1.1. gRPC sejak lahir sudah didesain untuk berjalan di atas HTTP/2. Ini memberikan keunggulan performa yang masif:
-
Multiplexing: Di HTTP/1.1, jika Anda ingin mengambil 5 gambar, browser harus membuka koneksi, ambil gambar 1, tutup, buka lagi, ambil gambar 2, dst (atau antri dalam satu koneksi). Di HTTP/2, Anda bisa mengirim banyak permintaan dan menerima banyak balasan secara paralel dalam satu koneksi TCP saja. Tidak ada antrian macet (Head-of-Line Blocking).
-
Header Compression (HPACK): HTTP/2 mengompresi header pesan. Seringkali header berisi data berulang (seperti Cookies atau User-Agent). Kompresi ini menghemat bandwidth secara signifikan.
-
Server Push: Server bisa mengirim data ke klien sebelum klien memintanya, jika server tahu klien akan membutuhkannya.
Bab 3: Cara Kerja gRPC: Dari .proto Hingga Eksekusi
Bagaimana alur kerja gRPC dalam sebuah proyek nyata? Prosesnya sedikit berbeda dengan membuat REST API biasa. Berikut langkah-langkahnya:
- Mendefinisikan Service (File .proto):Langkah pertama bukan menulis kode program, tapi menulis kontrak. Anda membuat file berekstensi .proto. Di sini Anda mendefinisikan Service (nama fungsi) dan Message (struktur data input/output).
Contoh:
Protocol Buffers
service PaymentService { rpc Bayar (PaymentRequest) returns (PaymentResponse); } - Code Generation (Membuat Kode Otomatis):Ini fitur ajaib gRPC. Anda menggunakan compiler protoc untuk membaca file .proto tadi. Kompiler ini akan secara otomatis membuatkan kode (disebut Stub) untuk bahasa pemrograman yang Anda pilih.
-
Jika tim Backend pakai Go,
protocakan membuat file.go. -
Jika tim Mobile pakai Java,
protocakan membuat file.java. -
Keduanya bisa langsung berkomunikasi tanpa perlu menulis parser JSON manual!
-
- Implementasi Server:Di sisi server, Anda mengimpor kode stub hasil generasi tadi, lalu mengisi logika bisnisnya (misalnya: kode untuk memotong saldo user).
- Pemanggilan Klien:Di sisi klien, Anda memanggil metode yang sudah digenerate seolah-olah itu fungsi lokal. Klien Stub akan melakukan serialisasi data ke Protobuf, mengirimnya lewat HTTP/2, server memproses, dan mengembalikan hasil.
Bab 4: gRPC vs REST API: Pertarungan Raksasa
Ini adalah bagian paling penting bagi pengambil keputusan teknis. Kapan harus bertahan dengan REST, dan kapan harus migrasi ke gRPC?
| Fitur | REST API | gRPC |
| Protokol Dasar | HTTP/1.1 (umumnya) | HTTP/2 (wajib) |
| Format Data (Payload) | JSON (Teks, mudah dibaca manusia) | Protobuf (Biner, mesin lebih suka ini) |
| Ukuran Pesan | Besar (Boros karakter) | Kecil & Ringan (Efisien) |
| Browser Support | Sangat Baik (Native) | Terbatas (Butuh proxy gRPC-Web) |
| Latensi | Sedang | Sangat Rendah |
| Code Generation | Opsional (via Swagger/OpenAPI) | Native (Fitur bawaan inti) |
| Streaming | Terbatas (Server-Sent Events/WebSocket) | Native (Bidirectional Streaming) |
Pemenang:
-
REST menang di kemudahan penggunaan, integrasi dengan browser (Frontend Web), dan ketersediaan resource belajar.
-
gRPC menang telak di performa, efisiensi, dan komunikasi antar-server (backend-to-backend).
Bab 5: Mode Komunikasi dalam gRPC
Salah satu kekuatan gRPC yang tidak dimiliki REST standar adalah kemampuan Streaming. gRPC mendukung 4 model komunikasi:
- Unary RPC:Model klasik. Klien kirim satu permintaan, Server balas satu respon. Mirip fungsi normal.
(Contoh: Cek Saldo)
- Server Streaming RPC:Klien kirim satu permintaan, Server membalas dengan banyak respon secara bertahap (stream) sampai selesai.
(Contoh: Anda minta “Daftar Transaksi Bulan Ini”, server mengirimkan data per transaksi satu per satu secara mengalir, bukan menunggu semua terkumpul baru dikirim).
- Client Streaming RPC:Klien mengirim banyak data secara bertahap (stream), Server menunggu sampai semua data diterima, baru mengirim satu balasan.
(Contoh: Upload file besar atau data sensor IoT yang dikirim terus-menerus, di akhir server bilang “Upload Sukses”).
- Bidirectional Streaming RPC:Klien dan Server saling kirim-kiriman data secara independen lewat satu koneksi. Mereka bisa ngobrol barengan tanpa harus tunggu-tungguan.
(Contoh: Aplikasi Chatting Real-time atau Game Online).
Baca Juga:Â Apa Itu RPC (Remote Procedure Call)? Panduan Lengkap Memahami Protokol Komunikasi Antar Server
Bab 6: Kelebihan dan Kekurangan gRPC
Sebelum Anda memutuskan menggunakan gRPC, pertimbangkan pro dan kontra berikut secara matang.
Kelebihan gRPC
-
Performa Ekstrem: Kombinasi Protobuf dan HTTP/2 membuat gRPC bisa 7x hingga 10x lebih cepat daripada REST+JSON dalam skenario tertentu.
-
Polyglot (Banyak Bahasa): Sangat mudah menghubungkan microservices yang ditulis dengan bahasa berbeda (misal: Node.js bicara dengan Go). Kode penghubungnya dibuat otomatis.
-
Strict Typing: File
.protobertindak sebagai kontrak yang ketat. Ini mengurangi bug akibat ketidakcocokan tipe data yang sering terjadi di JSON. -
Deadline/Timeout & Cancellation: gRPC punya fitur bawaan di mana klien bisa bilang “Jika server tidak menjawab dalam 1 detik, batalkan saja”. Ini mencegah sistem macet total (hanging).
Kekurangan gRPC
-
Tidak Browser-Friendly: Browser modern tidak mendukung gRPC secara langsung karena keterbatasan kontrol atas HTTP/2 frame. Anda butuh alat tambahan seperti gRPC-Web atau proxy (seperti Envoy) untuk menghubungkan Website Frontend ke gRPC Backend.
-
Tidak Bisa Dibaca Manusia: Karena formatnya biner, Anda tidak bisa sekadar menggunakan alat seperti Postman (versi lama) atau
curlbiasa untuk melihat isinya. Anda butuh alat khusus untuk debugging. -
Kurva Belajar: Tim Anda harus belajar sintaks Protobuf dan konsep HTTP/2. Ini lebih rumit dibanding konsep REST yang sederhana.
Bab 7: Kapan Anda Harus Menggunakan gRPC? (Use Cases)
Berikut adalah skenario terbaik untuk mengimplementasikan gRPC di perusahaan Anda:
- Komunikasi Antar Microservices (Internal):Ini adalah “kandang” asli gRPC. Jika Anda punya 50 service di backend yang saling ngobrol, ganti REST dengan gRPC. Latensi akan turun drastis, dan penggunaan CPU server akan lebih hemat.
- Aplikasi Mobile (Android/iOS):Aplikasi mobile seringkali berjalan di jaringan yang tidak stabil atau lambat. Ukuran pesan Protobuf yang kecil sangat membantu mempercepat loading aplikasi dan menghemat kuota data pengguna.
- Sistem Real-time:Untuk fitur yang butuh respons cepat dua arah seperti notifikasi saham, live chat, atau voice streaming, fitur Bidirectional Streaming gRPC sangat powerful.
- IoT (Internet of Things):Perangkat sensor pintar punya daya proses dan memori terbatas. Parsing JSON itu berat bagi prosesor kecil. Parsing biner Protobuf jauh lebih ringan dan hemat baterai.
Kapan JANGAN pakai gRPC?
Jangan gunakan gRPC untuk Open Public API (API yang Anda jual ke publik luas). Mengapa? Karena integrator luar lebih familiar dengan JSON/REST. Memaksa mereka menggunakan gRPC dan file .proto akan membuat produk Anda sulit diadopsi. Gunakan REST untuk eksternal, dan gRPC untuk internal.
Kesimpulan: Masa Depan Komunikasi Digital
gRPC bukanlah pembunuh REST API. Keduanya akan hidup berdampingan untuk tujuan yang berbeda. REST akan tetap menjadi raja untuk komunikasi web browser dan API publik karena kemudahannya. Namun, untuk komunikasi “di bawah kap mesin”—di mana performa, efisiensi, dan kecepatan adalah segalanya—gRPC adalah penguasa baru.
Dunia teknologi bergerak ke arah sistem yang terdistribusi dan cloud-native. Aplikasi modern tidak lagi berdiri sendiri, melainkan terdiri dari ribuan bagian kecil yang saling berbicara. Dalam orkestra raksasa ini, gRPC adalah konduktor yang memastikan setiap instrumen bermain dengan tempo yang tepat, cepat, dan harmonis.
Bagi Anda yang ingin membangun sistem backend yang siap menghadapi skala masa depan, mempelajari gRPC bukan lagi opsi, melainkan investasi kompetensi yang sangat berharga.
